Ferry Liando: Menghilangkan Pemilih Berarti Mengurangi Kedaulatan Rakyat

Ferry Daud Liando (foto/ist)

LEKTUR.CO, MINAHASA – Tahapan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak tahun 2024 sementara berlangsung. Saat ini, sudah masuk dalam tahap pemutakhiran data pemilih.

Pengamat Politilk Sulawesi Utara, Ferry Daud Liando, menyebut data pemilih menjadi salah satu elemen penting dalam setiap penyelenggaraan pemilu maupun pilkada.

Menurutnya, penyiapan data pemilih yang baik perlu dilakukan. Mengingat, PPK dan PPS serta TPS hadir karena ada pemilih, sehingga data pemilih itu penting.

“Jika menghilangkan pemilih, berarti mengurangi kedaulatan rakyat,” kata Liando pada rapat koordinasi persiapan rekapitulasi DPSHP dan penetapan DPT tingkat kabupten, yang diselenggarakan KPU Minahasa, di Manado Tateli Resort dan Convention, Selasa (17/9/24).

Dengan membawakan materi “Mitigasi Data Pemilih Pilkada berkualitas”, Dekan FIS Unsrat itu mengatakan, berbicara data pemilih sangat berkaitan erat dengan logistik.

“Jika logistik kurang, bisa dipastikan ada pemilih tak mendapatkan haknya. Artinya, bisa dikatakan sudah melakukan kudeta hak pilih masyarakat,” katanya.

“Semua itu ada aturan hukumnya. Karena jika dengan sengaja menghilangkan nama pemilih. Maka pidana sudah menanti, sebab hal tersebut sudah di atur dalam undang-undang,” tambah Liando.

Terkait sengketa, lanjut menurut Liando, paling banyak disengketakan di Mahkamah Konstitusi adalah daftar pemilih, sehingga data tersebut diharapkan akurat.

“Karena tahapan yang paling panjang ada di penyusunan daftar pemilih. Karena tujuannya, untuk melindungi semua hal dari pemilih hingga sampai di hari H nya,” sebutnya.

Lanjut Liando, apa bila masih akan bersinggungan dengan DPT, maka data yang diperiksa penyelenggara diminta komitmennya. Karena penyelenggara merupakan duta demokrasi yang akan menentukan lancarnya pemilu dan akan menentukan nasib masyarakat kedepan.

“Jadi, PPK harus menyampaikan kepada PPS agar jangan ada yang mencoret nama pemilih sebelum ada rembuk dengan semua penyelenggara. Artinya, ini semua untuk memastikan status pemilih tersebut,” katanya mengiatkan.

Menurutnya, yang sulit sebagai penyelenggara. Bagaimana akan memprediksi berapa pasangan yang akan menikah sampai di hari H pilkada. Juga untuk memprediksi berapa orang yang meninggal sampai hari pencoblosan. Sebab, kedua aspek ini sangat mempengaruhi daftar pemilih.

“Topik mitigasi ini, guna menekan akan kesalahan-kesalahan bagi penyelenggara serta pencegahan masalah, dan harus ada langkah-langkah yang pasti,” kata Liando.

Akademisi itu juga menyebut, Undang-undang Pilkada juga tidak berubah jauh. Dengan begitu masalah yang muncul di pemilihan lalu, akan kembali pada Pilkada 2024.

“Jika kita sudah identifikasi masalah dan dicarikan jalan keluarnya. Dan apa bila menemui hal tersebut, maka penyelenggara tidak akan lama menyelesaikan masalah itu,” tandas Linado. (*)