Editor : Veidy Temo
LEKTUR.CO, MINAHASA – Teka teki kemana arah langkah politik Drs Jantje Wowiling Sajow MSi (JWS) kedepan, akhirnya terjawab sudah. JWS resmi menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Pinpinan Daerah (DPD) I Partai Golongan Karya (Golkar) Sulawesi Utara, menyusul dikeluarkannya Surat Keputusan (SK) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar, nomor 402/DPP/GOLKAR/IV/2021, tertanggal 14 April 2021.
SK dari DPP Partai Golkar ini, ditanda tangani langsung Ketua Umum Airlangga Hartarto dan Sekjen Lodewijk Paulus. JWS menjadi salah satu nama yang diusul Ketua DPD I Golkar Sulut, Christiany Eugenua Paruntu (CEP), untuk masuk dalam revitalisasi pengurus pasca Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Gubernur dan Wakil Gubernur Sulut 2020.
Seperti diketahui, pada Pilkada Sulut 2020, Bupati Minahasa periode 2013-2018 ini, mengambil pilihan politik memilih CEP-Sehan melalui akun media sosial Facebook-nya. Yang pada akhirnya diminta oleh pasangan CEP-Sehan menjadi Ketua Tim Pemenangan.
JWS ketika bersua dengan sejumlah wartawan di salah satu mall Kota Manado, dalam dialog yang santai namun komunikatif, menyampaikan alasan dirinya mendukung CEP-Sehan.
“Saya tidak pernah diajak atau diminta mendukung CEP-Sehan, tapi dengan ketulusan saya bersikap mendukung mereka. Karena, disamping sama-sama Kepala Daerah, CEP-Sehan sama-sama dua periode menjadi kepala daerah yang berhasil di daerah yang dipimpinnya. Saya yakin mereka sangat paham dan tau betul keinginan rakyat, terutama rakyat kecil atau ekonomi menengah ke bawah,” kata JWS.
Ditanya soal status-nya yang masih bagian dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). JWS mengatakan, dulu dia berjuang bersama PDI-P karena sebagai Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Minahasa.
“Dulu berjuang bersama PDI-P karena posisi sebagai ketua DPC PDIP. Harus punya komitmen, walaupun tidak dibutuhkan lagi, karena masih melekat sebagai ketua partai, kerjakan tugas partai. Setelah ada pergantian, tanggung jawab partai tidak ada lagi, ditambah lagi lingkungan partai sudah berubah dan menganggap apa yang saya lakukan selama jadi Bupati Minahasa tidak dianggap sebagai prestasi. Ditambah lagi suara-suara sumbang strukrur partai, ODC, dan ada yang bilang saya tidak urus partai dan tidak ada sekretariat, serta masih banyak lagi yang tidak perlu cerita karena sudah lewat. Ini semua cuma desain politik untuk gagalkan JWS, apa yang dibuat membesarkan PDIP di Minahasa diabaikan. Karena itu, rasanya tidak mungkin bertahan di PDIP walaupun saya harus salut dengan partai ini kareba miliki komitmen, nasionalis dan kebangsaan, nasionalis dan NKRI harga mati,” ujarnya.
Bagaimana dengan Pier Makisanti, anak mantu bapak yang saat ini masih sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Minahasa aktif dari PDIP. Apakah hal itu tidak berpengaruh nantinya? Tanya wartawan. JWS mengatakan, semua sudah dibicarakan dalam keluarga, biarlah dia bekerja sebagai Wakil Rakyat yang berkomitmen kepada rakyat. Sebab Pilkada masih jauh juga.
“Pertama, apa beda dengan Vanda Sarundajang yang pada waktu kampanye ROR-RD tidak pernah tampil karena ada Ivansa-CNR sebagai calon Bupati dan Wakil Bupati dari Partai Golkar waktu itu. Kedua, orang tua nikah Pier adalah Olly Dondokambey, jadi Pier sebagai anak nikah. Ketiga, yang saya lihat sampai sekarang Pier komitmen dengan sikapnya sebagai anggota DPRD dari PDIP. Saya salut karena itu yang dibilang komitmen, lagi pula tidak ada kegiatan yang dia lakukan bertentangan dengan partai nya,” kata JWS.
Sekarang JWS sudah bergabung dengan Partai Golkar, tapi dulu kan bapak kader Partai Golkar? Kenapa kembali bergabung dan kemudian mendukung CEP-Sehan waktu lalu?
“Saya mendukung CEP-Sehan tidak ada yang ajak, karena itu keinginan saya sendiri dengan tulus melalui akun FB. Saya kemudian tidak menduga mendapat telpon langsung dan mengajak saya ke Bolmong Timur untuk meminang Sehan. Malamnya deklarasi calon di Hotel Sutan Raja Kota Kotamobagu, dan CEP meminta saya jadi Ketua Tim Pemenangan. Walaupun CEP-Sehan gagal, tapi itu tanpa rupiah dan suara masih cukup signifikan. Itu tandanya Golkar adalah partai yang sudah mengakar, masih banyak yang mencintai Partai Golkar, demikian juga pak Sehan di BMR,” terang JWS.
Lanjut kata JWS, pasca Pilkada Gubernur 2020, CEP menawarkan dirinya masuk struktur Partai Golkar Sulut sebagai Wakil Ketua DPD Partai Golkar bidang Pemenangan Pemilu, dengan tugas mendesain strategi pemenangan Pilpres, Pileg dan Pilkada serentak 2024.
“Yah, sebagai politisi, saya tidak bisa menolak. Karena prinsip politisi, selama masih bernapas tak akan berhenti bicara politik. Lagi pula saya sudah sangat kenal budaya Partai Golkar,” ujar JWS.
Disinggung soal Pilkada 2024, apakah dirinya akan maju dengan Partai Golkar. JWS menuturkan bahwa, setiap politisi pasti punya target politik, walaupun dirinya berkeinginan maju sebagai Calon Bupati Minahasa melalui partai Golkar. Dia tahu Partai Golkar akan mengedepankan survey, apalagi Minahasa ada Ketua Partai Golkar.
“Keinginan ada, tapi kita hormati mekanisme Partai Golkar. Kalau surveynya bagus, yah maju, tapi kalau dirasa tidak lagi didukung rakyat, tentu akan berfikir dua kali, karena target partai Golkar harus merebut kembali. Golkar harus merebut kembali Minahasa, soal saya atau orang lain, nanti kita lihat, yang penting menang. Sangat elegan kalau menang karena rakyat dan kalah juga karena rakyat, bukan kalah sebelum bertanding,” kata dia.
Ketika dimintai tanggapannya soal dua kader Partai Golkar Sulut, yakni James Arthur Kojongian (JAK) dan dugaan foto mirip CNR. Dia enggan berkomentar lebih, apalagi soal foto viral mirip CNR, dia justru menyentil sedikit soal masalah JAK.
“Saya tidak ada komentar pribadi, tapi yang mau saya kritik adalah soal jabatan JAK di DPRD Sulut. Sebab, logika hukumnya, yang mengangkat pimpinan DPRD adalah SK Mendagri bukan paripurna DPRD. Harusnya, yang memberhentikannya juga SK Mendagri, keputusan Paripurna DPRD belum final karena itu adalah hasil Badan Kehormatan dan dibawa di paripurna. Kalau ada yg bilang sudah final, itu keliru. Karena itu, selama belum ada pemberhentian SK Mendagri JAK masih sah pimpinan DPRD dan anggota DPRD. Saya sudah sampaikan ke JAK, jangan kejar gaji karena itu hak, nanti setelah ada SK Mendagri kita lihat. Yang disayangkan, saya melihat papan bilboard tidak lagi ada foto JAK. Nanti Golkar akan bersikap,” katanya.
Ditanya soal adanya senior partai sementara berjuang untuk menurunkan CEP dari DPD 1 Golkar Sulut. JWS mengatakan, walaupun CEP diganti tidak akan menyelesaikan masalah.
“Saya bertanya balik, apakah ketika CEP diganti akan menyelesaikan masalah? Paling juga mengamankan kepentingan. Dan pro kontra tidak akan pernah berakhir. Yang terbaik adalah kita dukung sampai selesai, bersatu kembali, rebut apa yang hilang. Untuk apa terus berdebat soal kepemimpinan partai? Jauh lebih baik yang senior beri masukan yang baik menghadapi Pilpres, Pileg dan Pilkada serentak 2024,” ujarnya.
“Kalau Pilkada lalu CEP-Sehan gagal, itu hanya karena momentum saja. Lawan incumbent dan berkuasa memanfaatkan birokrasi dan seluruh kekuatan, toh suara masih cukup signifikan. Pilkada serentak 2024, kondisi politik sangat berbeda, semua bertanding dalam posisi yang sama, Presiden belum tau siapa, mungkin Ketum Golkar atau Koalisi yang dibangun partai Golkar. Jadi, kondisi politik sangat berbeda, kalau CEP masih bertarung justru bagus momentumnya karena sudah beda,” tambah JWS.
Tapi pak masih hobi pake merah? Kenapa? Kan bapak sudah di Partai Golkar yang identik dengan warna kuning? Tanya wartawan.
“Era demokrasi sekarang bukan jamannya lagi alergi warna atau fanatik warna. Beberapa pendukung fanatik saya bilang, pak JWS jangan alergi warna neh, torang cuma iko pa bapak, dulu juga torang waktu masih Wabup sama-sama deng bapak JWS. Saya memahami bahwa dulu di Minahasa basis Golkar, dan sampai sekarang masih tetap cinta Golkar, hanya karena tekanan birokrasi sehingga jadi lain. Ini menjadi momentum dan peluang Partai Golkar untuk membangunkan kembali militan Golkar dan menangkan kembali Partai Golkar, pasti bisa. Soal warna, yang penting kalau acara partai, rapat, konsolidasi atau kegiatan partai lainnya, wajib hukumnya menggunakan seragam/atribut partai Golkar,” kata politisi murah senyum ini.
Terakhir pak JWS, peluang PAW DPR-RI terbuka, apakah bapak tidak rugi meninggalkan PDIP? Sebab, sewaktu-waktu bisa saja ada PAW dan bapak bisa duduk di DPR-RI seperti kerinduan bapak yang pernah bapak sampaikan lalu?
“Saya kira politik bukan cuma soal posisi atau jabatan, tapi soal perasaan. Kalau sudah tidak nyaman dan lingkungan tidak lagi menerima, biar jabatan bagus, paling tinggal tunggu waktu dan pasti game,” pungkasnya sembari tertawa. (*)