Editor : Veidy Temo
LEKTUR.CO, TOMOHON – Komunitas Eco Enzyme Tomohon memperkenalkan soal bagaimana pengelolaan sampah organic. Sehingga nantinya hasil pengelolaan sampah organik bisa digunakan untuk berbagai kebutuhan.
Seperti digunakan untuk kebutuhan rumah tangga, pupuk maupun disinfektan. Dimana untuk kebutuhan rumah tangga seperti sabun mandi, sabun cuci, obat kumur, pengharum ruangan maupun hal lainnya.
Pengenalan soal pengelolaan sampah organik dimulai oleh Eco Enzyme Tomohon, Senin (10/5/2021). Dimana untuk pertama kalinya dilakukan pada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Tomohon.
Merry Montolalu, selaku pimpinan komunitas ini menjelaskan bahwa pihaknya tertarik dengan itu setelah melihat persoalan sampah dan limbah masih menjadi permasalahan di Indonesia pada umumnya dan khususnya Sulawesi Utara. Karena 70 persen sampah yang dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) adalah sampah organik.
Dimana sampah organik bisa menimbulkan pencemaran lingkungan seperti bau tidak sedap di lingkungan sekitar TPA. Sehingga perlu pula dilakukan langkah pengurangan tingkat daur ulang plastik dan pembusukan. Karena hal itu bisa berakibat dengan menghasilkan gas metana yang memberi resiko terjadinya ledakan juga pemanasan global.
“Tidak banyak orang mengetahui bahwa sampah organik atau sisa sayuran dan buah yang belum diolah dapat dijadikan Eco Enzyme. Padahal sampah rumah tangga memiliki segudang manfaat bagi lingkungan,” jelas Montolalu yang juga alumnus Doktoral pada Institut Pertanian Bogor.
Hal itupun menurut Montolalu yang menjadi latar belakang dirinya bersama Marcita Ticoalu, Meyta Maringka, Irene Lensun dan Rivana Killis dalam melihat permasalahan sampah dan keperdulian akan lingkungan lewat Komunitas Eco Enzyme Tomohon.
Lanjut mantan punggawa Panwascam Tomohon Selatan ini, bahwa dalam sosialisasi itu pihaknya bukan saja memperkenalkan, melainkan pula memperlihatkan secara langsung bagaimana membuat Eco Emzyme yang hasil akhirnya adalah cairan serbaguna.
Dimana pembuatannya sangat mudah, yaitu dengan perbandingan 1 : 3 : 10 ( 1 untuk Gula Merah Tebu, 3 sampah /bahan organik dan 10 liter air) dicampur dalam wadah. Lalu ditutup untuk proses fermentasi selama 3 bulan, setelah barulah dipanen dan sudah bisa digunakan sebagai cairan desinfektan, hand sanitizer, pupuk organik cair dan berbagai manfaat lainnya.
Ibu dari dua orang putra ini pun mengatakan jika penerapan yang sudah dilakukan di Tomohon belum optimal. Buktinya masih banyak sampah organik yang dihasilkan rumahan ditemukan di TPA. Sehingga diharapkan dengan diadakan sosialisasi pertama di DLH Kota Tomohon ini, kedepannya dapat bekerjasama untuk menangani sampah organik.
Agar nantinya kedepan semakin bertambah masyarakat sadar terhadap lingkungan dengan memanfaatkan bahan yang bisa digunakan untuk hal positif. Hal itu tentu sebagai wujud aksi perduli lingkungan, bukan hanya untuk kita saat ini tetapi generasi selanjutnya.
“Mari mulai dari diri kita sendiri. Yakni dari rumah kita untuk masa depan yang lebih baik,” pungkas Montolalu yang juga bergerak di bidang konsultan lingkungan hidup ini. (*)