Penulis: Ficky
LEKTUR.CO, Minut- Kepala Dinas (Kadis) Sosial Pemberdayaan Masyarakat, dan Desa (PMD) Alpret Pusungulaa ketika dikonfirmasi sejumlah wartawan, Jumat (29/1) terkait penyaluran BLT DD Desa Paslaten bulan Desember 2020 yang diduga dialihkan ke pembayaran Pajak Bumi Bangunan (PBB) oleh Mantan Plt Hukum Tua Jouke Kodoatie, angkat bicara. Menurutnya Pembayaran PBB tidak boleh diambil dari BLT karena akan bermasalah dengan hukum.
“Itu tidak dibenarkan, apalagi dimasa pandemi Covid-19 ini masyarakat pasti sangat membutuhkan dana tersebut,” ujar Pusungulaa.
Sementara Kodoatie yang saat ini menjabat sebagai PLT Hukum Tua Desa Kokoleh 1 pekan lalu saat dikonfirmasi, tak menampik akan informasi tersebut.
“Waktu itu kita dituntut bayar pajak 100 persen dan karena tidak punya uang sedikit pun, saya pinjam uang dari bendahara untuk pembayaran PBB. Benar Itu tidak bisa sesuai atauran, dan tindakan itu hanya merupakan kebijakan, namun dananya saya telah kembalikan,” terang Kodoatie
Disinggung apakah pernah melakukan koordinasi dengan Dinas PMD terkait pengalihan pembayaran PBB, Kodoatie mengatakan jika, hal itu tidak dilakukan karena merupakan masalah intern desa.
“Saya koordinasi dengan BPD bukan dengan dinas, kan ini masalah intern kenapa juga harus koordinasi,” jelas Kodoatie.
Lebih lanjut, kalau memang tindakan yang telah dilakukan salah, saya minta maaf.
“Dana itu akan saya salurkan secepatnya, dengan menggunakan dana pribadi, masyarakat tidak perlu mengembalikan,” bebernya.
Terpisah Jefri Maukar warga desa paslaten, Senin (1/2/2021) kepada sejumlah wartawan mengatakan jika hari ini dirinya dan total 106 penerima telah menerima BLT bulan desember dikantor desa.
“Tadi sudah disalurkan oleh Plt Hukum Tua dan untuk hari ini 106 penerima. Untuk penerima BLT lainnya dijanjikan besok,” pungkasnya.
Seperti dilansir Kompasiana, Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan pihaknya akan melakukan pengawasan terhadap pemberian dana oleh pemerintah untuk menghindari adanya penyelewengan. “Pengawasan yang dilakukan oleh KPK bertujuan agar pemerintah pusat dan daerah dapat menggunakan anggaran secara efektif dan bebas dari penyelewengan. Jangan sampai anggaran bencana di korupsi oknum yang tidak punya empati,” kata Firli dalam keterangannya, yang dimuat hukumonline.com
Kepada segenap pihak agar tidak memanfaatkan kesempatan dalam situasi bencana non alam saat ini terkait mewabahnya virus corona. Pasal 2 ayat (2) UU Pemberantasan Tipikor mengatur ancaman hukuman dan pemberatan pidana bagi pelaku yang melakukan tindak pidana korupsi terhadap dana-dana yang diperuntukan antara lain untuk penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional dan lain sebagainya,”
Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 menyebutkan:
(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar;
(2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.
‘Keadaan tertentu’ yang dimaksud adalah keadaan yang dapat dijadikan alasan pemberatan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi yaitu apabila tindak pidana tersebut dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan pengulangan tindak pidana korupsi.