Penulis : Veidy Temo
LEKTUR.CO, MINAHASA – Pelayanan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sam Ratulangi Tondano kembali dikeluhkan. Terbaru, rumah sakit yang dipimpin dr Maryani Suronoto MBiomed itu, dikeluhkan lantaran hampir tiga jam pasien tidak dilayani di Instalasi Gawat Darurat (IGD), hingga dipindahkan keluarga ke RS lain.
Keluhan masyarakat ini disampaikan Hence Karamoy, warga Desa Touliang Oki Kecamatan Eris, melalui akun media sosial Facebook miliknya dengan nama akun “Hence Karamoy”, yang di posting Rabu (24/4) pagi.
Pada postingannya, Hence Karamoy menulis,
“O KASIANG NI RS. TONDANO
Ibu Dirut Maryani Suronoto, so puluhan taon anda jadi dirut Rumah Sakit Tondano tapi pelayanannya makin bobrok dan tindakan pelayanan kepada pasien makin biadap. Pasien 3 jam lebih nda disentuh harus tanda tangan covid. Anda punya apotik, RS ada tapi tidak lengkap selalu dijawab pi ambe jo dimuka yang ternyata angko punya …. Woiiii .. …. Anda juga petugas medis para dokter di RS Tondano, masih ada hati melihat penderitaan orang lain atau so biasa lia orang mo mati ?
Kasiang eh …. inga taburan anda akan anda tuai juga. Selamat menikmati …..”
Hence Karamoy ketika dikonfirmasi terkait maksud postingannya, menjelaskan bahwa dirinya merasa kecewa karena beberapa hari lalu pamannya bernama Lexi Sualang, sempat dibawah ke IGD RSUD Sam Ratulangi. Namun, menurut Karamoy, selama tiga jam lebih di IGD, tidak ada tindakan medis terhadap pasien, yang akhirnya dipindahkan ke RS lain oleh pihak keluarga.
“Selama tiga jam tidak ada pelayanan medis terhadap pasien. Hal itu karena kami tidak mau menandatangani formulir yang disodorkan pihak RS agar pasien dirawat dengan protap Covid-19. Akhirnya kami pindah ke RS Gunung Maria Tomohon, yang mana akhirnya paman kami meninggal dunia disana,” terang Karamoy.
Terkait keluhan tersebut, Dirut RSUD Sam Ratulangi Tondano, dr Maryani Suronoto MBiomed membantah adanya tindakan lalai petugas medis di IGD pada RS yang dipimpinnya.
“Petugas medis tidak ada yang lalai. Apa lagi selama pandemi Covid-19, setiap pasien yang masuk di RS wajib dilakukan screening,” kata Suronoto.
Menurutnya, para petugas medis di IGD saat menerima pasien atas nama Lexi Sumolang, langsung melakukan tindakan medis sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP).
“Pasien masuk pukul 13.55 Wita diantar keluarga. Langsung observasi dan tepat pukul 14.00 Wita langsung ditangani dan diambil sampel darah untuk periksa laboratorium. Tindakan selanjutnya adalah memasang selang oksigen kepada pasien, sambil menyelesaikan proses administrasi sesuai SOP RS,” terang Suronoto.
Namun, lanjut Suronoto, pukul 15.30 Wita, keluarga memutuskan memindahkan pasien ke rumah sakit lain. Yang dibuktikan dengan surat pulang paksa yang ditandatangani oleh pihak keluarga. Menurut Suronoto, pihak keluarga merasa keberatan mengisi dan menandatangani formulir riwayat pasien sebelum pasien dibawa ke rumah sakit, yang disodorkan pihak RS kepada keluarga sebagai SOP dimasa pandemi Covid-19.
“Pukul 15.30 Wita, pihak keluarga memaksa meminta agar pasien dipindahkan ke RS lain, yang kemudian dibuatkan surat pulang paksa yang ditandatangani oleh keluarga. Mengenai keluhan bahwa RS memaksa pihak keluarga pasien untuk mendatangani surat pernyataan agar pasien dirawat dengan protap Covid-19, itu tidak benar,” tandasnya.
Menurut Suronoto lagi, yang ada adalah pihak rumah sakit menyodorkan formulir isian untuk diisi, mengenai riwayat penyakit pasien sebelum ke RS. “Seperti contoh, apakah ada bersin-bersin, sesak nafas, atau pernah melakukan perjalanan luar daerah, pernah kontak dengan orang terkonfirmasi positif Covid-19, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan gejala awal Covid-19, yang perlu dicentang dalam kolom centang,” ungkapnya.
“Kemudian, pada halaman kedua formulir diminta ditandangani sebagai pernyataan bahwa formulir yang diisi adalah benar dan bila tidak benar maka yang mengisi formulir siap menerima konsekuensi hukum bila berbohong saat mencentang formulir isian tersebut. Jadi, tidak ada tindakan abai yang dilakukan pihak RS,” sambung Suronoto. (*)