Editor : Veidy Temo
LEKTUR.CO, MINAHASA – Angota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD-RI), Ir Stefanus BAN Liow MAP (SBANL) menyebutkan bahwa Pancasila, UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, NKRI dan Bhineka Tunggak Ika, tidak dapat diganggu gugat lagi.
“Karena keempat pilar itu sudah menjadi komitmen, konsesus, pedoman dan jiwa kebangsaan yang dapat diterima oleh seluruh rakyat Indonesia, dengan berbagai latar belakang suku, agama, ras, dan golongan yang ada di Indonesia,” tegas SBANL dalam Sosialisasi 4 Pilar MPR RI di Balai Desa Walantakan, Kecamatan Langowan Utara, Minahasa, Minggu (11/4).
Menurut Stefa, semenjak masa perjuangan kemerdekaan Indonesia sampai terbentuknya NKRI. Bangsa Indonesia harus melalui berbagai persoalan, terutama bagaimana bentuk ideal negara Republik Indonesia. Maka dengan berbagai perdebatan panjang, disepakatilah dasar negara, konstitusi, dan bentuk negara Indonesia.
Memang dalam persiapan kemerdekaan, dengan terbentuknya BPUPKI, dalam Panitia 9 yang dikenal dengan Piagam Jakarta, sempat terumuskan dalan rumusan Pancasila, khusus sila pertama. Dimana awalnya berbunyi, Ketuhanan, dengan berdasarkan syariah islam bagi pemeluknya. Dan rumusan ini mendapat tantangan dari masyarakat Indonesia Timur yang mayoritas beragama Kristen.
“Nah, kehadiran AA Maramis sebagai salah satu tokoh Kristen asal Minahasa dalam Panitia 9, ditambah dengan peran Sam Ratulangi dan tokoh-tokoh dari Indonesia Timur yang merasa keberatan dicantumkannya syariah Islam dalam Pancasila, akhirnya disepakati sila pertama diubah menjadi Ketuhanan yang Maha Esa,” katanya Stefa.
Liow juga menguraikan berbagai hal tentang bentuk NKRI dan Bhineka Tunggal Ika. Dia menegaskan, NKRI itu sudah final dan harga mati. Karena rakyat Indonesia berdiri dari berbagai kebhinekaan.
“Kita memang berbeda, baik soal keyakinan, suku, dan berbagai perbedaan lainnya. Tapi kita tetap satu sebagai satu bangsa, satu tanah air, dan satu bahasa,” tegas Liow dihadapan ratusan warga yang ikut sosialisasi dengan menerapkan protokol kesehatan Covid-19. (*)