LEKTUR.CO, HUKRIM – Kasus dugaan penyalahgunaan Dana Hibah Sinode GMIM terus menjadi sorotan publik. Sidang yang bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Manado telah memasuki babak kelima, Senin (29/9/25), dengan agenda masih menghadirkan sejumlah saksi.
Namun, dari rangkaian persidangan yang sudah berlangsung, fakta menarik terungkap. Para saksi justru lebih banyak menerangkan soal pelanggaran administrasi, bukan tindak pidana korupsi.
Penasehat Hukum (PH) terdakwa, Dr Michael Kemizaldy Jacobus SH MH, menegaskan bahwa keterangan saksi tidak ada yang memberatkan kliennya, mantan Kepala BKAD Pemprov Sulut, Jefry Korengkeng.
“Sekali lagi, yang muncul hanya soal LPJ, proposal, hingga tahapan pembayaran. Itu semua masuk ranah administrasi,” tegas Jacobus usai sidang.
Menurutnya, bila perkara ini benar-benar murni tindak pidana korupsi (tipikor), seharusnya ada korelasi jelas antara dugaan pelanggaran administrasi dengan kerugian keuangan negara.
“Maksudnya begini, fakta sidang tidak menunjukkan adanya keuntungan yang diperoleh para terdakwa dari pelanggaran administrasi ini. Kalau bicara tipikor, pelanggaran administrasi harus memberi nilai materil bagi terdakwa. Faktanya, tidak ada,” kata Jacobus.
Diketahui, perkara ini menyeret lima nama besar di lingkup pemerintahan dan gereja, yakni mantan Kepala BKAD Sulut Jefry Korengkeng, mantan Asisten III Asiano Gemmy Kawatu, Ketua Sinode GMIM Pdt. Hein Arina, mantan Karo Kesra Fereydi Kaligis, serta mantan Sekprov Sulut Steve Kepel.
Sidang pun akan terus berlanjut dengan menghadirkan saksi-saksi lain, sementara publik menanti apakah persidangan ini benar-benar mengungkap adanya praktik korupsi, atau sekadar terjebak dalam persoalan administrasi. (*)